Categories: refleksi

MARILAH SEKARANG KITA PERGI KE BETLEHEM: Sebentuk Refleksi Oikumenis

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) merumuskan tema Natal tahun 2024 yakni: “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem”, berdasarkan Injil Lukas 2:15. Tulisan ini merupakan refleksi bersama Pendeta Rudy Rahabeat dari Gereja Protestan Maluku dan Pastor Konstan Fatlalon dari Keuskupan Amboina.

Kami berdua bersama rekan-rekan lainnya mendapat kesempatan mengunjungi Betlehem juga Yordania dan Yerusalem dalam agenda ziarah rohani yang difasilitasi pemerintah Provinsi Maluku, tanggal 11-16 Desember 2024. Situasi di Palestina dan sekitarnya relatif aman dan damai, tidak seperti berita-berita yang kadang terlalu menglorifikasi konflik dan perang. Tulisan ini sekaligus merupakan laporan pandang mata dari Betlehem di bumi Palestina.

Sabtu 14 Desember 2024 pagi hari waktu Palestina, sebelum ke Gereja Kelahiran Yesus (Church of the nativity) kami lebih awal mengunjungi Gereja Padang Gembala (Chapel of the Shephered’s) di Efrata. Pagi itu cuaca cerah, walau hawa dingin masih terasa. Kami tiba ketika sudah banyak orang berziarah di lokasi itu. Kebanyakan dari India dan Filipina. Pastor Konstan sendiri menyelesaikan studi S3 Filsafat Sosial Politik di Ateneo de Manila University Manila Filipina. Pendeta Rudy menamatkan studi S2 Religi-Budaya di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Kedua lembaga pendidikan itu dikelola oleh Serikat Jesus (SJ). Selain masuk gedung Gereja Padang Gembala, kami juga masuk Kandang Domba, tempat dimana para gembala biasanya memasukan domba-domba ketika hari mulai malam. Kandang yang terbuat dari batu  itu memang tidak terlalu luas, tetapi di dalamnya ada sejumlah ornamen. Para pengunjung melihat dan mencoba memaknai ornamen-ornamen yang ada didalamnya, diantaranya miniatur kandang domba.

Ketika keluar dari lokasi Padang Gembala itu, di depan gerbang yang bertuliskan SOLI DEO GLORIA itu kami berpapasan dengan beberapa tentara Palestina. Mereka terlihat ramah, dan kami sempat berfoto bersama di depan gerbang, sebelum naik ke bus. Tujuan kami selanjutnya, dan ini yang sangat kami rindukan adalah mengunjungi tempat kelahiran Yesus di Betlehem. Pemandu tour kami sempat mengajak  mampir di pusat ole-ole khas Betlehem yang merupakan hasil kerajinan tangan (hand made) orang-orang Betlehem. Tentu saja para peserta tidak melewatkan kesempatan ini membeli ole-ole untuk dibawa pulang ke tanah air Indonesia.

Setelah itu, kami menuju gereja Kelahiran Yesus di Betlehem. Di sana sudah ratusan orang mengantri untuk masuk ke “Palungan” tempat Yesus dilahirkan. Butuh kesabaran ekstra untuk antrian panjang. Akhirnya kami mendapat kesempatan masuk ke “Palungan” itu. Sambil berlutut kami menaruh tangan dan mencium simbol Bintang Daud di dasar palungan itu.

Sebuah simbolisasi sosok Yesus yang merupakan keturunan Daud (bdk. Lukas 2: 4). Sungguh sebuah pengalaman spiritual yang sangat mengesankan dan menggetarkan. Siapakah kami ini sehingga dapat datang ke Betlehem dari wilayah yang sangat jauh di Indonesia? Siapakah kami ini, orang-orang berdosa yang sungguh dikasihi Allah, sehingga IA  mengutus Anak Tunggalnya untuk datang ke dalam dunia, lahir di kandang hina, dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (Lukas 2:7).

Pada Momen spiritual ini, dan dalam kesempatan fisikal datang langsung di Betlehem ini, mengantar kami pada beberapa bulir reflektif berikut ini.

Pertama, ajakan untuk marilah sekarang kita pergi Betlehem merupakan ajakan para gembala yang bukan saja berdimensi fisik melainkan spiritual. Para Gembala dari Padang Efrata berjalan kaki ke Betlehem. Kala itu tentu tidak ada mobil atau ojek seperti sekarang. Jalan yang mereka tempuh bukan pula jalan yang rata dan aman. Mungkin saja ada sejumlah ancaman di jalan tetapi itu tidak menyurutkan niat dan tekad mereka untuk segera ke Betlehem, ketika mendengar proklamasi malaikat, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu, Kristus, Tuhan, di kota Daud (Lukas 2:10-11).

Dalam Terjemahan Baru 2 ditambahkan kata “sekarang” pada ayat 15. Marilah sekarang adalah ajakan yang berdimensi waktu kekinian sekaligus kesegeraan. Datang kepada Yesus sekarang, jangan ditunda-tunda, jangan banyak alasan. Datang menjumpai Yesus pada hari ini juga. Persis seperti Allah hadir menjumpai kita pada hari ini juga. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat.

Kedua, ajakan ke Betlehem adalah panggilan kemanusiaan universal bagi semua orang yang mendambakan persatuan, kesatuan dan perdamaian. Nilai-nilai universal ini tampak dalam kumpulan manusia yang melewati Gereja Padang Gembala. Mereka bukan saja orang-orang Kristen dari Indonesia, India, Italia, Filipina, dan Amerika tetapi juga para polisi Palestina yang dengan senyum indah menyapa semua saja yang datang, mengatur lalu lintas kenderaan pribadi dan bus para peziarah dengan setia.

Semuanya menyatu dalam kemanusiaan sebagai prinsip utama semua agama dunia. Hari itu mengingatkan kami akan kata-kata bijak para tetua: “Memuliakan Allah berarti juga memuliakan manusia”. Untuk hal inilah Kristus telah datang ke dalam dunia bukan saja kepada mereka yang percaya kepadaNya melainkan untuk seluruh umat manusia dan seluruh ciptaan.

Ketiga, panggilan ke Betlehem mengundang kita untuk mengambil “jalan kecil” kesederhanaan sebagai alternatif terhadap “jalan dunia” gegap gempita menyongsong Natal. Betlehem, kota kecil nan-indah penuh pesona, dengan lereng dan bukit yang megah serta penduduk yang ramah. Kesederhanaan ini mengingatkan jalan sunyi nan-sederhana yang ditampilkan keluarga Suci Betlehem 2000 tahun yang lalu. Jalan itu telah dipilih Keluarga Kudus untuk mengingatkan kita bahwa Allah adalah “kesederhanaan Absolut” yang tidak membutuhkan apapun untuk keberadaan-Nya, dan bahwa Ia harus datang ke dalam dunia sehingga manusia memperoleh kehidupan dan keselamatan.

Jalan kesederhaan itu adalah dimensi transendental agama-agama dunia yang dapat diraih melalui keheningan, doa dan refleksi. Dimensi ini tidak diperoleh secara otomatis melainkan harus dipelajari dan dihidupi melalui praksis hidup beriman. Dalam suasana reflektif ini kita diingatkan bahwa kita akan terus belajar menjadi orang Kristen yang sejati. Kesejatian jati diri kita sebagai orang Kristen tidak terbatas pada kata melainkan berakar manifestasi kata dalam perbuatan. Itulah yang dilakukan Yesus dalam spiritualitas inkarnatoris yang kita rayakan dalam masa raya Natal.

Demikianlah bulir-bulir refleksi dan permenungan kami dalam ziarah spiritual di Betlehem dan sekitarnya. Kami bukan saja telah mendapat kesempatan memenuhi ajakan para Gembala untuk pergi ke Betlehem, tetapi juga merefleksikan makna Betlehem yang sejati yakni perjumpaan yang intim dan otentik dengan Yesus, Sang Juru Selamat. Perjumpaan yang melampaui semua penanda fisik semata. Dengan begitu, bagi yang belum secara fisik memperoleh kesempatan mengunjungi Betlehem, seungguhnya dapat hadir di Betlehem manakala membuka hati dan jiwa untuk berjumpa Yesus secara pribadi dan mengalami anugerahNya yang sungguh tak terperi dan mempesona.

Lalu setelah perjumpaan itu berkomitmen kuat memberitakan Khabar Baik dalam kata dan perbuatan kepada sesama dan alam semesta, kapan dan dimana saja. Semoga Natal dirayakan tahun ini di Betlehem, sebab tahun lalu 2023 Betlehem tidak merayakan Natal, sebagai wujud solidaritas kemanusiaan universal. Di tengah dunia yang bergolak dan terluka, kita diutus untuk menghadirkan damai sejahtera.  Imanuel, Allah beserta kita.

Advertisements
stpakambon

Share
Published by
stpakambon

Recent Posts

Konfeniat Bersama Mahasiswa STPAK Ambon dan OMK St. Yoseph Poka-Rumahtiga

Poka - Konfeniat merupakan kegiatan rutin yang diadakan BPMST STPAK Ambon pada setiap akhir bulan…

5 days ago

Menjaga Keseimbangan Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Pencak Silat

Poka - Mahasiswa Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Katolik (STPAK) St. Yohanes Penginjil Ambon tidak hanya…

1 week ago

Lokakarya Penyusunan Rencana Induk Pengembangan STPAK Ambon Tahun 2025-2045

Poka – Berbagai masalah baik internasional, regional, nasional, dan lokal berdampak langsung pada mutu dan…

2 weeks ago

Workshop Lembaga Penjaminan Mutu Internal STPAK Ambon

Poka - Budaya mutu adalah sistem nilai dalam organisasi yang mendukung dan menciptakan suasana yang…

2 weeks ago

Mencontohi Teladan Iman dan Pewartaan Santo Yohanes Penginjil

Poka – “Hendaknya civitas academica Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Katolik (STPAK) Ambon senantisa mencontohi teladan…

3 weeks ago

This website uses cookies.